Minggu, 09 Desember 2007

PENDIDIKAN

Olah Raga, ”Anak Tiri” di Kampus?

Melalui olah raga, banyak negara kecil menjadi besar. Lewat olah raga, kesehatan manusia dijanjikan. Olah raga bisa jadi alat pemersatu, karena tidak ada perbedaan ras dan golongan. Olah raga pun dapat turut menunjang pembangunan mental dan karakter bangsa, lewat filosofi yang lahir darinya --jenis olah raga apa pun itu-- yaitu fairplay. Belum lagi nilai-nilai lainnya, seperti kedisiplinan, semangat pantang menyerah, bangkit dari kekalahan, jiwa korsa yang tinggi, kerja sama, kompetisi sportif, dan memahami ada aturan yang berlaku.

Dulu pernah ada moto, "Mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olah raga". Penerapannya sampai saat ini terasa semakin jauh, karena semakin banyak orang yang malas olah raga. Tidak punya waktu kerap menjadi alasan. Ditambah lagi, pengembangan lewat jalur pendidikan yang masih belum optimal.

Masih sedikit perguruan tinggi yang tercatat memasukkan olah raga sebagai mata kuliah dasar mereka. Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) di antaranya. Orang yang tidak mengerti olah raga mungkin boleh bilang bahwa pendidikan negara ini masih kacau. Akan tetapi, hal itu tidak boleh menjadi pembenaran olah raga menjadi tersingkirkan di jalur pendidikan.

Padahal bila menyimak di luar negeri, misalnya Jepang, Singapura dan Amerika, prestasi atlet dari kalangan mahasiswa menjadi ujung tombak dalam pembinaan olah raga. Mereka mempunyai pemikiran bahwa olah raga dapat membentuk mental dan kondisi masyarakat sehat. Dengan kondisi sehat, sudah jelas daya pikir dan produktivitas cukup tinggi. Bahkan akan mengurangi biaya kesehatan yang cukup besar. Sekjen PBB Kofi Annan pun menganjurkan agar negara-negara berkembang membangun fasilitas olah raga, karena olah raga dapat menyerasikan perbedaan agama, budaya, dan ras.

Tidak ada komentar: